Saturday, January 13, 2018

Hukum mandi bertemu 2 khitan

ؤعن ابي هريرة رضي الله عنه قال : رسول الله صلي الله و سلم ( ادا جلس بين شعبها الاربع ثم شعبها فقد وجب الغسل ) متفق عليه
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hadist Ahkam II

Disusun Oleh:
Safrizal 
NIK : 161200037


  

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS ILMU SYARIAH


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH NAHDLATUL ULAMA 
BANDA ACEH
       
      2018


ؤعن ابي هريرة رضي الله عنه قال : رسول الله صلي الله و سلم ( ادا جلس بين شعبها الاربع ثم شعبها فقد وجب الغسل ) متفق عليه
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW beliau berkata, "Jika seseorang duduk di antara kedua paha (istrinya) kemudian mengarahkan semua kemampuan kepadanya (jima'), maka
wajib mandi:''

Keterangan Hadist

(Bertemunya dua khitan). Maksud dua khitan di sini adalah kemaluan laki laki dan kemaluan perempuan. Khitan adalah memotong kulit yang menutup ujung kemaluan laki-laki dan memotong daging tipis di atas fagina wanita yang menyerupai jengger ayam.
ادا جلس (Jika ia telah duduk) Kata ganti yang terdapat pada kalimat Jahada (dia mengerahkan kemampuannya), adalah kata ganti untuk orang ketiga laki-laki. Kata ganti pada kata شعبها dan kata شعبها adalah untuk wanita. Pemakaian kata tersebut secara jelas ada pada riwayat Ibnu Al-Mundzir dari sanad yang lain dari Abu Hurairah. Ia berkata, {Jika seorang laki-laki menggauli istrinya dan telah duduk di antara bagian tubuhnya). (Al Hadits).
Kata syu’abi adalah bentuk plural dari kata syu’batan abrtinya bagian dari sesuatu. Maksudnya menurut sebagian pendapat adalah kedua tangannya dan kedua kakinya, kedua kakinya dan kedua pahanya, atau kedua betis dan pahanya, atau kedua paha dan iskah-nya. Yang lain mengatakan kedua paha dan kedua syarahnya atau bagian tubuh yang lain.
Al-Azhari berkata, bahwa iskah adalah bibir kemaluan dan syarah adalah tepi bibir kemaluan. Al-Qadh Iyahd menguatkan pendapat yang terakhir, sedang Ibnu Daqiq Al’id memilih yang pertama, karna lebih dekat dengan pengertian duduk. Ungkapan diatas merupakan kiasan halus dari bersenggama.
Tsumma jahadaha (kemudian mengerahkan kemampuan terhadap wanita itu). Jadaha-Ajhada berarti mencapai tingkat paling berat. Ada yang mengatakan bahwa artinya bekerja keras dengan menggerakkannya, atau memorsir usahanya dalam melakukan hubungan intim.
Dalam riwayat Muslim dari jalur Syu’bah dari Qatadah dengan lafazh, tsummajtahada (kemudian ia bersunggung-sungguh hingga kepayahan. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abi Urwah dari Qatadah dengan lafazh yang diringkas izal taqal jinatani aqad wajabal ghusla (jika telah bertemu dua khitan maka wajib mandi).
Diriwayatkan juga dengan lafazd ini dari ‘Aisyah seperti disebutkan oleh Imam Syai’i melalui Sa’id bin Musayyab darinya (‘Aisyah). Didalam sanadnya ada Ali bin Zaid, seorang perawi yang lemah. Ibnu Majah juga meriwayatkan riwayat ini dari Al-Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah, dimana sanadnya adalah orang orang yang dapat dipercaya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Asy’ari dari ‘Aisyah dengan lafazd wamassal khitanul khitana (dan khitan telah menyentuh khitan. Maksud menyentuh disini adalah bertemu, seperti di indikasikan oleh riwayat At-Tirmidzi dengan lafazd iza jawazha (apabila telah melampaui batas (masuk kedalam)). Menyentuh dalam hal ini tidak dapat dipahami secara hakikat “sentuhan”, karena kita tidak mengatakan “sentuhan” jika kepala kemaluan laki-laki masuk kedalam kemaluan perempuan.
Imam Nawawi mengatakan pengertian hadist di atas adalah bahwa wajibnya mandi tidak harus dengan keluarnya mani. Pendapat ini dikritik, karena bisa jadi yang di maksud dengan kata jahada adalah mengeluarkan mani, sebab dengan itulah menjadi klimaks dalam bersenggama. Namun hal ini dapat dijawab, dalil yang mengatakan wajib mandi meskipun tidak keluar mani telah disebutkan dengan jelas pada bagian riwayat, maka kemungkinan yang dikatakan diatas menjadi hilang dan tidak dapat diterima. Dalam riwayat Muslim dari jalurMathar Al Warraq dari Al Hasan pada akhir hadist ini disebutkan  waillam yanzhil (meskupun tidak mengeluarkan mani).
Demikian juga dalam riwayat Qatadah yang diriwayatkan oleh Abu Khaistumah dalam kitab Tarikhnya dari Aan, ia berkata “Hamam dan Aban berkata kepada kami, (Qatadah berkata kepada kami dengan hadist ini dan menambahkan Anzhil au lam yanzhil (mengeluarkan mania tau tidak))”. Begitu juga Ad Daruquthni meriwayatkan dan mensahihkannya dari Ali bin Sahal dan Affan, dan seperti itu juga Abu Daud At Thayalisi menyebutkan dari Hammad bin Salamah dari Qatadah.

Daftar Pustaka
Abdul Aziz Abdullah bib Baz. Fath al-Bari Syarah Shahih Al Bukhari karya Imam Inbu Hajar Al-‘Asqalani.Jild II.(Pustaka Azzam),halm. 478-481.

No comments:

Post a Comment